Masjid Saka Tunggal, terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah, merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia. Dikenal karena keunikan arsitekturnya yang hanya memiliki satu tiang penyangga, masjid ini tidak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga simbol sejarah dan budaya Muslim di tanah Jawa. Dalam artikel ini, kita akan membahas sejarah berdirinya Masjid Saka Tunggal dan makna pentingnya bagi masyarakat setempat.
Latar Belakang Pendirian
Masjid Saka Tunggal didirikan pada tahun 1288 M oleh Kiai Mustolih, seorang tokoh penyebar Muslim yang berpengaruh di kawasan tersebut. Pembangunan masjid ini terjadi enam tahun sebelum berdirinya Kerajaan Majapahit yang terkenal, menjadikannya lebih tua dari banyak bangunan bersejarah lainnya di Indonesia. Kiai Mustolih mendirikan masjid ini sebagai pusat dakwah untuk menyebarkan ajaran Muslim kepada masyarakat yang saat itu masih banyak dipengaruhi oleh kepercayaan lokal.
Arsitektur Unik Masjid Saka Tunggal
Keunikan Masjid Saka Tunggal terletak pada desainnya yang hanya ditopang oleh satu tiang utama atau "saka". Tiang ini dikelilingi oleh empat sayap yang dihiasi dengan ukiran flora yang indah. Arsitektur ini mencerminkan harmoni antara nilai-nilai Muslim dan budaya lokal Jawa. Atap masjid terbuat dari ijuk, sementara dindingnya sebagian besar terdiri dari anyaman bambu yang memberikan nuansa tradisional.
Di bagian bawah tiang utama terdapat prasasti yang menunjukkan tahun pendirian masjid, yaitu 1288 M. Prasasti ini menjadi bukti sejarah penting bagi masyarakat setempat dan pengunjung yang ingin memahami lebih dalam tentang warisan budaya mereka.
Tradisi dan Kegiatan Keagamaan
Masjid Saka Tunggal tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah tetapi juga sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya di desa tersebut. Setiap hari Jumat, jamaah berkumpul untuk melaksanakan sholat Jumat dan mengikuti tradisi zikir yang unik. Dalam tradisi ini, jamaah melantunkan doa dengan nada seperti kidung Jawa menggunakan bahasa campuran Arab dan Jawa, menciptakan suasana yang khas dan penuh rasa kekeluargaan.
Imam masjid juga mengenakan udeng atau pengikat kepala khas Jawa saat memimpin sholat, berbeda dengan kebiasaan umum menggunakan peci. Hal ini menunjukkan bagaimana Masjid Saka Tunggal mengintegrasikan budaya lokal dalam praktik keagamaan.
Makna Sosial dan Budaya
Masjid Saka Tunggal memiliki makna penting dalam konteks sejarah penyebaran Muslim di Jawa. Dengan berdirinya masjid ini, Kiai Mustolih berhasil menjadikan Cikakak sebagai pusat dakwah pada masa itu. Selain itu, keberadaan masjid ini juga menunjukkan bahwa Muslim telah berakar kuat dalam budaya lokal, menciptakan sinergi antara ajaran agama dan adat istiadat masyarakat.
Kesimpulan
Masjid Saka Tunggal bukan hanya sekadar tempat ibadah; ia adalah simbol sejarah dan budaya yang kaya. Sebagai salah satu masjid tertua di Indonesia, keberadaannya mencerminkan perjalanan panjang penyebaran Muslim di tanah Jawa. Bagi siapa pun yang mengunjungi Banyumas, Masjid Saka Tunggal adalah destinasi wajib untuk memahami lebih dalam tentang warisan budaya dan spiritual masyarakat setempat.
www.hamdalahkubahkreasindo.com